Remaja adalah peralihan diantara kanak-kanak dan dewasa. Pada masa ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun Psikis, mereka bukan anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang (Zakiah Darajat 1990: 23). Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Dilihat dari segi penduduk 1/5 atau 20% penduduk di dunia adalah remaja. Indonesia menempati urutan nomor 5 di dunia dalam hal jumlah penduduk, dengan remaja sebagai bagian dari penduduk yang ada. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah remaja usia 10-24 tahun mencapai sekitar 60.901.709 atau 30% dari jumlah penduduk Indonesia. Di propinsi Lampung pada tahun 2000 jumlah remaja usia 10-15 tahun sebanyak 652.322 jiwa (32,5%). Melihat jumlahnya yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani dan mental spiritual. Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak remaja, pada usia dini sudah terjebak dalam perilaku reproduksi tidak sehat, diantaranya adalah seks pra nikah. (Depkes RI, 2000)
Masa remaja merupakan suatu fase pertumbuhan dan perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Dalam periode ini terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Masa ini juga merupakan periode pencarian identitas diri, sehingga remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan. Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari pematangan psikososial karena itu seringkali terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap stres. Perkembangan fisik dan kematangan seksualnya mengalami perubahan yang sangat pesat, keadaan ini merupakan salah satu penyebab atau alasan bagi remaja untuk coba-coba bereksperimen dengan aktivitas seksual yg tidak aman. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi ternyata tidak berpengaruh terhadap remaja dalam melakukan aktivitas seksual pranikah. Remaja yang tahu maupun yang tidak tahu tentang kesehatan reproduksi tidak berpengaruh terhadap sikap mereka melakukan ativitas seksual pranikah (Iswarati dan Prihyugiarto, 2002).
Aktivitas seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Aktivitas seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa usia remaja ketika pertama kali mengadakan hubungan seksual aktif bervariasi antara usia 14 – 23 tahun dan usia terbanyak adalah antara 17 – 18 tahun (Fuad, et al. 2003). Aktivitas seksual pada remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju, memegang buah dada di balik baju, memegang alat kelamin di atas baju, memegang alat kelamin di bawah baju, dan melakukan senggama (Sarwono, 2003).
Hasil penelitian pada 1038 remaja berumur 13-17 tahun tentang hubungan seksual menunjukkan 16% remaja menyatakan setuju dengan hubungan seksual, 43% menyatakan tidak setuju dengan hubungan seksual, dan 41% menyatakan boleh-boleh saja melakukan hubungan seksual (Planned Parenthood Federation of America Inc, 2004). Data Depkes RI (2006), menunjukkan jumlah remaja umur 10-19 tahun di Indonesia sekitar 43 juta (19,61%) dari jumlah penduduk. Sekitar satu juta remaja pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual. Penelitian yang dilakukan oleh berbagai institusi di Indonesia selama kurun waktu tahun 1993-2002, menemukan bahwa 5-10% wanita dan 18-38% pria muda berusia 16-24 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangan yang seusia mereka 3-5 kali (Suryoputro, et al. 2002).
Hasil survei Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia bekerja sama dengan Sentra Kawula Muda (Skala) PKBI Lampung dan World Population Foundation (WPF) Indonesia diketahui bahwa remaja perkotaan memiliki perilaku seksual mengkhawatirkan. Dari 634 responden remaja di Bandarlampung, sebanyak 13,1% pernah melakukan petting, 6,5% pernah berhubungan seks melalui oral, 4,6% pernah melakukan seks via vaginal, 3,5% pernah masturbasi bersama, dan 1,1% pernah berhubungan seks via anal.
Remaja memiliki hak reproduksi dan seksual yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hak-hak mereka tersebut perlu diperhatikan dan ditanamkan sehingga remaja dapat mengetahui secara benar tentang kesehatan reproduksinya. Aktivitas seksual pranikah yang dilakukan remaja dapat mengakibatkan dampak negative baik dari segi psikologis, fisiologis, sosial, maupun fisik yang akan berdampak pula terhadap kesehatan reproduksi mereka (Sarwono, 2003 ). Dampak fisik sendiri menurut Sarwono (2003) adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS. Hingga Juni 2006 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal dari usia 15-29 tahun. Diperkirakan terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia, di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen berusia 15 tahun atau kurang. setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20 persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja (Okanegara, 2007).
Hasil penelitian Seotjiningsih (2006) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan aktivitas seks remaja adalah hubungan orangtua remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas seksual remaja. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kebutuhan akan layanan kesehatan reproduksi di 12 kota di Indonesia pada tahun 2002, menunjukkan bahwa pengetahuan mereka akan seksualitas sangat terbatas (6,11%).
Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi ternyata tidak berpengaruh terhadap remaja dalam melakukan hubungan seksual pranikah. Remaja yang tahu maupun yang tidak tahu tentang kesehatan reproduksi tidak berpengaruh terhadap sikap mereka melakukan hubungan seksual pranikah (Iswarati dan Prihyugiarto, 2002). Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja di antaranya adalah faktor keluarga.
Remaja yang melakukan aktivitas seksual sebelum menikah banyak di antaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2003). Hubungan orang tua remaja, mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dengan aktifitas seksual pranikah remaja. Hasil penelitian yang dilakukan Soetjiningsih (2006) menunjukkan, makin baik hubungan orang tua dengan anak remajanya, makin rendah perilaku seksual pranikah remaja. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas seksual pada remaja paling tinggi adalah hubungan antara orang tua dengan remaja, tekanan teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), sosial budaya, dan eksposur media pornografi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar