A. Definsi
Demam (badan panas) ialah kenaikan suhu tubuh di atas normal (37ºC aksila; 37,2-37,5ºC rektal) (Markum, 1981).
B. Dasar
Demam adalah sebab tersering bagi orang tua untuk membawa anak ke dokter, suatu hal yang darurat. Orang tua pada umumnya mengira bahwa lebih tinggi suhu badan lebih berat penyakitnya, yang sebetulnya tidak benar.
Suhu di daerah dubur (temperatur rektal) paling mendekati suhu tubuh sebenarnya (core body temperature). Suhu di daerah mulut atau ketiak (aksila) sekitar 0,5 sampai 0,8 derajat lebih rendah dari suhu rectal, dengan catatan setelah pengukuran selama minimal 1 menit. Tidak dianjurkan mengukur (menebak) suhu tubuh berdasarkan perabaan tangan (tanpa menggunakan termometer).
Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, atau inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan “zat penyebab demam (pirogen endogen)” yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai ambang temperature dan terjadilah demam. Selama demam, hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh jarang sekali melebihi 41ºC.
C. Dampak Demam
1. Dampak Positif
Beberapa bukti penelitian “in-vitro” (tidak dilakukan langsung terhadap tubuh manusia) menunjukkan fungsi pertahan tubuh manusia bekerja baik pada temperature demam, dibandingkan suhu normal. Pirogen endogen lainnya akan “mengundang’ lebih banyak leukosit dan meningkatkan aktifitas mereka dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Demam juga memicu pertambahan jumlah leukosit serta meningkatkan produksi/fungsi interferon (zat yang membantu leukosit memerangi mikroorganisme).
2. Dampak Negatif
a. Kemungkinan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Ketika mengalami demam, terjadi peningkatan penguapan cairan tubuh sehingga anak bisa kekurangan cairan.
b. Kekurangan oksigen. Saat demam, nak dengan penyakit paru-paru atau penyakit jantung-kelainan pembuluh darah bisa mengalami kekurangan oksigen sehingga panyakit paru-paru atau kelainan jantungnya semakin berat.
c. Demam di atas 42ºC bisa menyebabkan kerusakan neurologis (saraf), meskipun sangat jarang terjadi.
d. Anak di bawah usia 5 tahun (balita), terutama pada umur di antara 6 bulan sampai 3 tahun, berada dalam resiko kejang demam (febrile convulsion), khususnya pada temperature rectal di atas 40ºC. kejang demam biasanya hilang dengan sendirinya, dan tidak menyebabkan gangguan neurologis (kerusakan saraf).
D. Penatalaksanaan Demam
1. Pengobatan dengan Antipiretik
Mekanisme Kerja
Parasetamol, aspirin, dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) lainnya adalah antipiretik yang efektif. Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen).
a. Parasetamol
Parasetamol adalah obat pilihan pada anak-anak, dosisnya sebesar 10-15 mg/kg/kali. Parasetamol dikonjugasikan di hati menjadi turunan sulfat dan glukoronida, tetapi ada sebagian kecil dimetabolisme membentuk intermediet aril yang hepatotoksik (menjadi racun untuk hati) jika jumlah zat hepatotoksik ini melebihi kapasitas hati unutk memetabolismenya dengan glutation atau sulfidril lainnya (lebih dari 150 mg/kg). Maka sebaiknya tablet 500 mg tidak diberikan pada anak-anak (misalnya pemberian 3 kali tablet 500 mg dapat membahayakan bayi dengan berat badan di bawah 10 kg). Kemasan berupa sirup 60 ml lebih aman.
b. Aspirin
Merupakan antipiretik yang efektif namun penggunaannya pada nak dapat menimbulkan efek samping yang serius. Aspirin bersifat iritatif terhadap lambung sehingga meningkatkan resiko ulkus (luka) lambung, perdarahan, hingga perforasi (kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding lambung). Aspirin juga dapat menghambat aktifitas trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko perdarahan. Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan resiko Syndrom Reye, sebuah penyakit yang jarang (insidennya sampai tahun 1980 sebesar 1-2 per 100 ribu anak per tahun), yang ditandai dengan kerusakan hati dan ginjal. Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk anak berusia < 16 tahun.
c. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Jenis OAINS yang paling sering digunakan pada anak adalah ibuprofen. Dosis sebesar 5-10 mg/kg/kali mempunyai efektifitas antipiretik yang setara dengan aspirin atau parasetamol. Sama halnya dengan aspirin dan OAINS lainnya, ibuprofen bisa menyebabkan ulkus lambung, perdarahan, dan perforasi meskipun komplikasi ini jarang pada nak-anak. Ibuprofen juga tidak direkomendasikan untuk anak demam yang mengalami diare dengan atau tanpa muntah.
2. Terapi Suportif
a. Upaya Suportif yang Direkomendasikan
1) Tingkatkan asupan cairan (ASI, susu, air, kuah sup, atau jus buah)
2) Hindari makanan berlemak atau yang sulit dicerna karena demam menurunkan aktivitas lambung.
3) Kenakan pakaian tipis dalam ruangan yang baik ventilasi udaranya.
4) Mengompres anak dengan air hangat. Umumnya mengompres dapat menurunkan demamnya dalam 30-45 menit.
b. Upaya Suportif yang Tidak Direkomendasikan
1) Mengompres dengan alkohol
2) Melepaskan pakaian anak
Jika nilai-ambang hipotalamus sudah direndahlan terlebih dahulu dengan obat, melepaskan pakaian anak atau mengompresnya dengan air dingin justru akan membuatnya menggigil (dan tidak nyaman), sebagai upaya tubuh dalam menjaga temperatur pusat berada pada nilai-ambang yang telah disesuaikan. Selain itu alkohol dapat pula diserap melalui kulit, masuk ke dalam peredaran darah, dan adanya resiko toksisitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar