BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Katarak merupakan masalah nasional yang perlu ditanggulangi. katarak dapat menyebabkan penurunan aktivitas dimana katarak merupakan penyebab umum kehilangan pandangan secara bertahap. Berdasarkan peneletian tahun 1989-1999, lebih dari separuh (54%) kebutuhan disebabkan katarak (Bougman, 2000).
Katarak merupakan kelainan mata yang terjadi akibat adanya perubahan lensa yang jernih dan tembus cahaya, sehingga keruh. Akibatnya mengalami gangguan penglihatan karena obyek menjadi kabur. Ganguan penglihatan yang terjadi tidak secara spontan. Melainkan secara perlahan dan dapat menimbulkan kebutaan. Meski tidak menular, namun katarak dapat terjadi di kedua mata secara bersama (Rahmi, 2008).
Menurut data organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) dapat 50 juta kebutaan di dunia akibat katarak dan yang paling banyak adalah mereka yang tinggal di negara miskin dan berkembang yaitu Asia dan Afrika. Penduduk yang tinggal dinegara berkembanag beresiko 10 kali lipat mengalami kebutaan dibandingkan penduduk negara maju. Sedangkan menurut Institute Kesehatan Nasional atau National Institute of Health (NIH) di negara maju seperti Amerika Serikat terdapat 4 juta orang beresiko menjadi buta karena proses kemunduran mascular (titik kuning retina) yang berhubungan dengan faktor usia sehingga pada akhirnya menyebabkan kebutaan, sebagai perbandingan di Banglades angka kebutaan mencapai 1%, di India 0,1 -0,3%.
Tingkat kebutaan yang diakibatkan katarak di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar 1,5% sedangkan dalam catatan WHO, tingkat kebutaan di Indonesia berada diurutan ketiga di dunia yaitu sebesar 1,47%. Tingginya katarak di Indonesia dipengaruhi oleh letak geografis yang berada di daerah garis khatulistiwa sehingga berdasarkan penelitan menilai resiko 15 tahun lebih cepat terkena katarak dibanding penduduk di Eropa (Rahmi,2008).
Katarak tidak dapat dicegah kecuali pada kebutaannya yaitu dengan tindakan operasi. Katarak merupakan penyakit degenaratif namun saat ini katarak juga telah ditemukan pada usia muda (35-40 tahun). Selama ini katarak dijumpai pada orang yang berusia diatas 55 tahun sehingga sering diremehkan kaum muda. Hal ini disebabkan kurangnya asupan Gizi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh (Irawan, 2008).
Kebutaan yang terjadi akibat katarak akan terus meningkat karena penderita katarak tidak menyadarinya, daya penglihatan baru terpengaruh setalah katarak berkembang sekitar 3-5 tahun dan menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai gejala katarak. Salah satu penyebab tingginya kasus kebutaan yang diakibatkan oleh katarak karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata.
Dari data yang diperoleh dipoliklinik mata RSU Dr. F.L Tobing Sibolga pada tahun 2008/2009 penderita katarak berjumlah 72 orang, yang telah dioperasi berjumlah 27 orang sedangkan yang tidak dioperasi 45 orang dikarenakan oleh faktor ekonomi (RSU F.L Tobing Sibolga)
Berdasarkan hasil survey yang didapatkan dari dokumentasi dan arsip Lurah Aek Manis Sibolga bahwa jumlah KK 1139 dan yang menderita katarak 34 orang (Profil Kelurahan Aek Manis, 2009).
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui “Bagaimana Gambaran Pengetahuaan Kepala Keluarga Tentang Katarak Di Kelurahan Aek Manis Kota Sibolga tahun 2009 “
Katarak merupakan kelainan mata yang terjadi akibat adanya perubahan lensa yang jernih dan tembus cahaya, sehingga keruh. Akibatnya mengalami gangguan penglihatan karena obyek menjadi kabur. Ganguan penglihatan yang terjadi tidak secara spontan. Melainkan secara perlahan dan dapat menimbulkan kebutaan. Meski tidak menular, namun katarak dapat terjadi di kedua mata secara bersama (Rahmi, 2008).
Menurut data organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) dapat 50 juta kebutaan di dunia akibat katarak dan yang paling banyak adalah mereka yang tinggal di negara miskin dan berkembang yaitu Asia dan Afrika. Penduduk yang tinggal dinegara berkembanag beresiko 10 kali lipat mengalami kebutaan dibandingkan penduduk negara maju. Sedangkan menurut Institute Kesehatan Nasional atau National Institute of Health (NIH) di negara maju seperti Amerika Serikat terdapat 4 juta orang beresiko menjadi buta karena proses kemunduran mascular (titik kuning retina) yang berhubungan dengan faktor usia sehingga pada akhirnya menyebabkan kebutaan, sebagai perbandingan di Banglades angka kebutaan mencapai 1%, di India 0,1 -0,3%.
Tingkat kebutaan yang diakibatkan katarak di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar 1,5% sedangkan dalam catatan WHO, tingkat kebutaan di Indonesia berada diurutan ketiga di dunia yaitu sebesar 1,47%. Tingginya katarak di Indonesia dipengaruhi oleh letak geografis yang berada di daerah garis khatulistiwa sehingga berdasarkan penelitan menilai resiko 15 tahun lebih cepat terkena katarak dibanding penduduk di Eropa (Rahmi,2008).
Katarak tidak dapat dicegah kecuali pada kebutaannya yaitu dengan tindakan operasi. Katarak merupakan penyakit degenaratif namun saat ini katarak juga telah ditemukan pada usia muda (35-40 tahun). Selama ini katarak dijumpai pada orang yang berusia diatas 55 tahun sehingga sering diremehkan kaum muda. Hal ini disebabkan kurangnya asupan Gizi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh (Irawan, 2008).
Kebutaan yang terjadi akibat katarak akan terus meningkat karena penderita katarak tidak menyadarinya, daya penglihatan baru terpengaruh setalah katarak berkembang sekitar 3-5 tahun dan menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai gejala katarak. Salah satu penyebab tingginya kasus kebutaan yang diakibatkan oleh katarak karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata.
Dari data yang diperoleh dipoliklinik mata RSU Dr. F.L Tobing Sibolga pada tahun 2008/2009 penderita katarak berjumlah 72 orang, yang telah dioperasi berjumlah 27 orang sedangkan yang tidak dioperasi 45 orang dikarenakan oleh faktor ekonomi (RSU F.L Tobing Sibolga)
Berdasarkan hasil survey yang didapatkan dari dokumentasi dan arsip Lurah Aek Manis Sibolga bahwa jumlah KK 1139 dan yang menderita katarak 34 orang (Profil Kelurahan Aek Manis, 2009).
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui “Bagaimana Gambaran Pengetahuaan Kepala Keluarga Tentang Katarak Di Kelurahan Aek Manis Kota Sibolga tahun 2009 “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar